Obat Tanpa Label Harga
Labelisasi sangat penting agar masyarakat tidak tertipu dengan harga obat di pasaran.
Belum adanya informasi harga obat yang akuratdi pasaran membuat masyarakat berada dalam posisi tidak bisa memilih. Mereka hanya bisa pasrah dengan penentuan harga obat sepihak oleh apotek ataupun took obat tanpa mengetahui harga yang sebenarnya. Karenanya, seringkali mereka terpaksa membeli obat dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya.
Bukan hanya harga, tidak adanya nama generik membuat masyarakat juga tidak bisa memilih obat dengan kandungan yang sama namun dengan harga yang lebih terjangkau. Padahal jika saja masyarakat mengetahui hal itu, tentu akan membuat masyarakat semakin cerdas dalam memahami kandungan obat. Implikasinya adalah mereka bisa memilih alternatif obat yang sama baik kandungannya namun dengan harga yang terjangkau.
Untuk mengatasi hal itu, awal Februari 2006 pemerintah mengeluarkan Permenkes No. 069/Menkes/SK/II/2006 tertanggal 7 Februari 2006, tentang kewajiban pencantuman label harga eceran tertinggi (HET), dan juga nama generik obat yang bersangkutan. Tujuannya, untuk memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat tentang harga obat sekaligus upaya untuk mencerdaskan masyarakat.
Sejak dikeluarka Februari lalu, pemerintah memberikan tenggang waktu enam bulan untuk proses sosialisasi sekaligus pemasangan label oleh produsen obat. Bahkan, toleransi waktu diberikan lagi hingga kahir Desember 2006, sebelum pemerintah menyatakan akan hendak menindak produsen yang belum memasang label HET dengan ancaman penarikan produk dari pasaran.
Sayangnya, meski tenggang waktu sudah habis, namun hingga hingga kini masih banyak produsen obat yang belum melakukan kewajibannya. Dan sekian banyak obat yang beredar di pasaran, sedikit sekali yang sudah memasang label HET dan nama generik dari produk yang dijualnya. Fakta ini terbukti dalam inspeksi mendadak yang digelar Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari, Selasa (9/1).
Dalam kunjungan mendadaknya, ke dua tempat yaitu apotek RS Cipto Mangunkusumo dan apotek Melawai di Jl. Matraman, Menkes menemukan hamper sebagian besar obat-obatan yang dijual belum mencantumkan label harga dan nama generiknya. Bukan hanya itu, Menkes juga menemukan fakta ada obat yang sudah mencantumkan label HET namun dijual di atas harga yang seharusnya.
Ini terjadi di apotek Melawai Matraman. Obat cacing merek Combantrin isi dua tablet produk Pfizer, dalam label HET tercantum harga jualnya adalah Rp 8.000. Namun, oleh apotek yang bersangkutan, obat ini dijual seharga Rp 8.200 atau Rp 200 lebih mahal daripada seharusnya.
Usai melakukan sidak, Menkes menyatakan kunjungan ini dilakukan untuk mengecek apakah apotek sudah mentaati aturan pemerintah terkait pemasangan label HET. “Labelisasi sangat penting agar masyarakat tidak tertipu dengan harga obat di pasaran.” Katanya. Pasalnya ungkap Menkes, saat ini pihaknya menemukan masih banyak obat yang belum mencantumkan label harga.
Selain itu, Menkes juga melihat masyarakat masih tenang-tenang saja dengan obat yang belum ada label harganya. “Mungkin karena mereka sudah merasakan harga obat sudah menjadi murah, sehingga tidak ribut ketika obat yang dijual belum ada labelnya,” jelasnya. Meski begitu, Menkes menyatakan ia tetap meminta agar setiap produsen memasang label harga demi kepentingan masyarakat banyak.
Sumber : Harian Republika, 10 Januari 2007, hal 22
Drs. Amin Widjaja Tunggal, Ak, MBA., 2008, Etika Bisnis (Suatu Pengantar),
Harvarindo, Jakarta.
Minggu, 31 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar